Thursday 2 June 2011

tablet bukal


BAB I
PENDAHULUAN

I.1        LATAR BELKANG
Selama ini obat dalam pelayanan kesehatan selalu disebut sebagai unsur penunjang,  walaupun hampir 80% pelayanan kesehatan diintervensi dengan obat. Hubungan kemitraan, tidak lepas dari sejarah pelayanan kefarmasian yang dititik beratkan pada produk (membuat, meracik) serta menyerahkan obat kepada pasien. Hubungan interaksi langsung Apoteker dengan pasien saat ini dirasa sangat jarang dan bahkan komunikasi antara Apoteker dengan staf medik atau staf non-medis lainnya juga sangat kurang, padahal kemitraan dimulai dengan komunikasi yang baik. Dengan fakta di lapangan yang demikian itu diharapkan peran Apoteker sebagai pelayan masyarakat untuk mampu meningkatkan komunikasinya, terutama dengan pasien. Hal tersebut dirasa penting dikarenakan berhasilnya suatu pengobatan salah satunya dipengaruhi oleh cara penggunaan obat oleh pasien. Jika cara penggunaan obat yang dilakukan di rumah tanpa pengawasan apoteker tidak dilakukan sebagaimana ketentuan yang ada maka dapat dipastikan efek terapeutik yang diinginkan akan sulit tercapai, tidak tercapai bahkan bisa menimbulksn efek toksik yang tentu tidak diinginkan.
Pemberian informasi tentang cara penggunaan obat merupakan tanggung jawab dari seorang Apoteker. Cara penggunaan beberapa jenis obat yang lazim digunakan dalam masyarakat seperti pil, tablet, kapsul, sirup, suspensi ataupun emulsi memang sudah tak lagi menjadi suatu hal baru. Hampir semua masyarakat familiar dengan beberapa jenis obat tersebut dan bagaimana cara penggunannya. Namun ada beberapa jenis obat yang cara penggunaanya perlu dijelaskan lebih lanjut oleh seorang Apoteker. Hal itu biasanya dikarenakan jarangnya penggunaan obat dengan cara-cara tersebut, seperti memasukkan obat ke dubur atau vagina, meletakkan di bawah lidah atau di antara gusi dan pipi. Pemberian informasi ini dirasa sangat penting karena berhubungan langsung dengan hidup seorang pasien.
Salah satu contoh obat yang perlu dijelaskan secara rinci cara penggunaannya adalah tablet bukal yaitu dengan cara meletakkan tablet di antara gusi dan pipi. Canggihnya teknologi farmasi mendorong perkembangan formulasi sebuah tablet oral menjadi tablet bukal. Hal tersebut selain didorong oleh teknologi yang ada, hal tersebut juga karena didorong adanya beberapa kekurangan penggunaan tablet secara oral yang lebih umum dikenal dan digunakan  oleh masyarakat. Beberapa diantaraya adalah rasanya yang pahit, timbulnya beberapa efek sistemik maupun efek lokal, rusaknya obat karena keasaman lambung, atau rusaknya obat oleh hepar, serta dibutuhkan waktu yang cukup lama untuk menimbulkan efek terapeutik dari suatu sediaan oral. Hal tersebut merupakan alasan utama dibuatnya modifikasi dari cara pemakaian tablet.

1.2       TUJUAN
            a. Mencegah efek lokal dan sistemik
            b. Untuk memperoleh aksi kerja obat yang lebih cepat dibandingkan secara
                 oral
            c. Untuk menghindari kerusakan obat oleh hepar.

1.3       MANFAAT
            a. Efek lokal atau sistemik akan dicegah
            b. Efek terapeutik obat akan dirasakan lebih cepat disbanding obat yang diberi
                 kan secara oral
            c. Obat akan terhindar dari kerusakan oleh hepar.














BAB II
ISI

II. 1     Pengertian Obat
Menurut PerMenKes 917/Menkes/Per/x/1993, obat (jadi) adalahsediaan atau paduan-paduan yang siap digunakan untuk mempengaruhi atau menyelidiki secara fisiologi atau keadaan patologi dalam rangka penetapan diagnosa, pencegahan, penyembuhan, pemulihan, peningkatan kesehatan dan kontrasepsi. Menurut Ansel (1985), obat adalah zat yang digunakan untuk diagnosis, mengurangi rasa sakit, serta mengobati atau mencegah penyakit pada manusia atau hewan. Obat dalam arti luas ialah setiap zat kimia yang dapat mempengaruhi proses hidup, maka farmakologi merupakan ilmu yang sangat luas cakupannya. Namun untuk seorang dokter, ilmu ini dibatasi tujuannya yaitu agar dapat menggunakan obat untuk maksud pencegahan, diagnosis, dan pengobatan penyakit. Selain itu, agar mengerti bahwa penggunaan obat dapat mengakibatkan berbagai gejala penyakit. Obat merupakan sediaan atau paduan bahan-bahan yang siap untuk digunakan untuk mempengaruhi atau menyelidiki sistem fisiologi atau keadaan patologi dalam rangka penetapan diagnosis, pencegahan, penyembuhan, pemulihan, peningkatan, kesehatan dan kontrasepsi (Kebijakan Obat Nasional, Departemen Kesehatan RI, 2005). Obat merupakan benda yang dapat digunakan untuk merawat penyakit, membebaskan gejala, atau memodifikasi proses kimia dalam tubuh. Obat merupakan senyawa kimia selain makanan yang bisa mempengaruhi organisme hidup, yang pemanfaatannya bisa untuk mendiagnosis, menyembuhkan, mencegah suatu penyakit.

II. 2 Bahan Obat / Bahan Baku
Semua bahan, baik yang berkhasiat maupun yang tidak berkhasiat, yang berubah maupun yang tidak berubah, yang digunakan dalam pengolahan obat walaupun tidak semua bahan tersebut masih terdapat di dalam produk ruahan. Produk ruahan merupakan tiap bahan yang telah selesai diolah dan tinggal memerlukan pengemasan untuk menjadi obat jadi.



II. 3. Obat Tradisional
Merupakan bahan atau ramuan bahan yang berupa bahan tumbuhan, bahan hewan, bahan mineral, sediaan sarian (galenik) atau campuran dari bahan tersebut yang secara turun menurun telah digunakan untuk pengobatan berdasarkan pengalaman.

II. 4. Penggolongan Obat
Obat digolongkan menjadi 4 golongan, yaitu:
1) Obat Bebas, merupakan obat yang ditandai dengan lingkaran berwarna hijau dengan tepi lingkaran berwarna hitam. Obat bebas umumnya berupa suplemen vitamin dan mineral, obat gosok, beberapa analgetik-antipiretik, dan beberapa antasida. Obat golongan ini dapat dibeli bebas di Apotek, toko obat, toko kelontong, warung.
2) Obat Bebas Terbatas, merupakan obat yang ditandai dengan lingkaran berwarna biru dengan tepi lingkaran berwarna hitam. Obat-obat yang umunya masuk ke dalam golongan ini antara lain obat batuk, obat influenza, obat penghilang rasa sakit dan penurun panas pada saat demam (analgetik-antipiretik), beberapa suplemen vitamin dan mineral, dan obat-obat antiseptika, obat tetes mata untuk iritasi ringan. Obat golongan ini hanya dapat dibeli di Apotek dan toko obat berizin.
3) Obat Keras, merupakan obat yang pada kemasannya ditandai dengan lingkaran yang didalamnya terdapat huruf K berwarna merah yang menyentuh tepi lingkaran yang berwarna hitam. Obat keras merupakan obat yang hanya bisa didapatkan dengan resep dokter. Obat-obat yang umumnya masuk ke dalam golongan ini antara lain obat jantung, obat darah tinggi/hipertensi, obat darah rendah/antihipotensi, obat diabetes, hormon, antibiotika, dan beberapa obat ulkus lambung. Obat golongan ini hanya dapat diperoleh di Apotek dengan resep dokter.
4) Obat Narkotika, merupakan zat atau obat yang berasal dari tanaman atau bukan tanaman baik sintesis maupun semi sintesis yang dapat menyebabkan penurunan atau perubahan kesadaran, hilangnya rasa, mengurangi sampai menghilangkan rasa nyeri, dan dapat menimbulkan ketergantungan (UU RI No. 22 Th 1997 tentang Narkotika). Obat ini pada kemasannya ditandai dengan lingkaran yang didalamnya terdapat palang (+) berwarna merah. Obat Narkotika bersifat adiksi dan penggunaannya diawasi dengan ketat, sehingga obat golongan narkotika hanya diperoleh di Apotek dengan resep dokter asli (tidak dapat menggunakan kopi resep). Contoh dari obat narkotika antara lain: opium, coca, ganja/marijuana, morfin, heroin, dan lain sebagainya. Dalam bidang kesehatan, obat-obat narkotika biasa digunakan sebagai anestesi/obat bius dan analgetik/obat penghilang rasa sakit.

II. 5.    Peran Obat
Obat merupakan salah satu komponen yang tidak dapat tergantikan dalam pelayanan kesehatan. Obat berbeda dengan komoditas perdagangan, karena selain merupakan komoditas perdagangan, obat juga memiliki fungsi sosial. Obat berperan sangat penting dalam pelayanan kesehatan karena penanganan dan pencegahan berbagai penyakit tidak dapat dilepaskan dari tindakan terapi dengan obat atau farmakoterapi. Seperti yang telah dituliskan pada pengertian obat diatas, maka peran obat secara umum adalah sebagai berikut:
1) Penetapan diagnosa
2) Untuk pencegahan penyakit
3) Menyembuhkan penyakit
4) Memulihkan (rehabilitasi) kesehatan
5) Mengubah fungsi normal tubuh untuk tujuan tertentu
6) Peningkatan kesehatan
7) Mengurangi rasa sakit

II. 6.    Macam-macam Bentuk Obat dan Tujuan Penggunaannya
Bentuk-bentuk obat serta tujuan penggunaannya antara lain adalah sebagai berikut:
a. Pulvis (Serbuk)
Merupakan campuran kering bahan obat atau zat kimia yang dihaluskan, ditujukan untuk pemakaian oral atau untuk pemakaian luar.
b. Pulveres
Merupakan serbuk yang dibagi dalam bobot yang lebih kurang sama, dibungkus menggunakan bahan pengemas yang cocok untuk sekali minum.
c. Tablet (Compressi)
Merupakan sediaan padat kompak dibuat secara kempa cetak dalam bentuk tabung pipih atau sirkuler kedua permukaan rata atau cembung mengandung satu jenis obat atau lebih dengan atau tanpa bahan tambahan.
1) Tablet Kempa : paling banyak digunakan, ukuran dapat bervariasi, bentuk serta penandaannya tergantung design cetakan
2) Tablet Cetak : dibuat dengan memberikan tekanan rendah pada massa lembab dalam lubang cetakan.
3) Tablet Trikurat : tablet kempa atau cetak bentuk kecil umumnya silindris. Sudah jarang ditemukan
4) Tablet Hipodermik : dibuat dari bahan yang mudah larut atau melarut sempurna dalam air. Dulu untuk membuat sediaan injeksi hipodermik, sekarang diberikan secara oral.
5) Tablet Sublingual : dikehendaki efek cepat (tidak lewat hati). Digunakan dengan meletakkan tablet di bawah lidah.
6) Tablet Bukal : digunakan dengan meletakkan di antara pipi dan gusi.
7) Tablet Efervescen : tablet larut dalam air. Harus dikemas dalam wadah tertutup rapat atau kemasan tahan lembab. Pada etiket tertulis “tidak untuk langsung ditelan”.
8) Tablet Kunyah : cara penggunaannya dikunyah. Meninggalkan sisa rasa enak di rongga mulut, mudah ditelan, tidak meninggalkan rasa pahit, atau tidak enak.
d. Pilulae (PIL)
Merupakan bentuk sediaan padat bundar dan kecil mengandung bahan obat dan dimaksudkan untuk pemakaian oral. Saat ini sudah jarang ditemukan karena tergusur tablet dan kapsul. Masih banyak ditemukan pada seduhan jamu.
e. Kapsulae (Kapsul)
Merupakan sediaan padat yang terdiri dari obat dalam cangkang keras atau lunak yang dapat larut. Keuntungan/tujuan sediaan kapsul yaitu:
1) Menutupi bau dan rasa yang tidak enak
2) Menghindari kontak langsung dengan udara dan sinar matahari
3)         Lebih enak dipandang
4) Dapat untuk 2 sediaan yang tidak tercampur secara fisis (income fisis), dengan pemisahan antara lain menggunakan kapsul lain yang lebih kecil kemudian dimasukkan bersama serbuk lain ke dalam kapsul yang lebih besar.
5) Mudah ditelan.
f. Solutiones (Larutan)
Merupakan sediaan cair yang mengandung satu atau lebih zat kimia yang dapat larut, biasanya dilarutkan dalam air, yang karena bahan-bahannya, cara peracikan atau penggunaannya, tidak dimasukkan dalam golongan produk lainnya (Ansel, 1985). Dapat juga dikatakan sediaan cair yang mengandung satu atau lebih zat kimia yang larut, misalnya terdispersi secara molekuler dalam pelarut yang sesuai atau campuran pelarut yang saling bercampur. Cara penggunaannya yaitu larutan oral (diminum) dan larutan topikal (kulit).
g. Suspensi
Merupakan sediaan cair yang mengandung partikel padat tidak larut terdispersi dalam fase cair. Macam suspensi antara lain: suspensi oral (juga termasuk susu/magma), suspensi topikal (penggunaan pada kulit), suspensi tetes telinga (telinga bagian luar), suspensi optalmik, suspensi
sirup kering.
h. Emulsi
Merupakan sediaan berupa campuran dari dua fase cairan dalam sistem dispersi, fase cairan yang satu terdispersi sangat halus dan merata dalam fase cairan lainnya, umumnya distabilkan oleh zat pengemulsi.
i. Galenik
Merupakan sediaan yang dibuat dari bahan baku yang berasal dari hewan atau tumbuhan yang disari.
j. Extractum
Merupakan sediaan pekat yang diperoleh dengan mengekstraksi zat dari simplisia nabati atau simplisia hewani menggunakan pelarut yang sesuai, kemudian semua atau hampir semua pelarut diuapkan dan massa atau serbuk yang tersisa diperlakukan sedemikian sehingga memenuhi baku yang ditetapkan.
k. Infusa
Merupakan sediaan cair yang dibuat dengan mengekstraksi simplisia nabati dengan air pada suhu 900C selama 15 menit.
l. Immunosera (Imunoserum)
Merupakan sediaan yang mengandung Imunoglobin khas yang diperoleh dari serum hewan dengan pemurnian. Berkhasiat menetralkan toksin kuman (bisa ular) dan mengikat kuman/virus/antigen.
m. Unguenta (Salep)
Merupakan sediaan setengah padat ditujukan untuk pemakaian topikal pada kulit atau selaput lendir. Dapat juga dikatakan sediaan setengah padat yang mudah dioleskan dan digunakan sebagai obat luar. Bahan obat harus larut atau terdispersi homogen dalam dasar salep yang cocok.
n. Suppositoria
Merupakan sediaan padat dalam berbagai bobot dan bentuk, yang diberikan melalui rektal, vagina atau uretra, umumnya meleleh, melunak atau melarut pada suhu tubuh. Tujuan pengobatan yaitu:
1) Penggunaan lokal : memudahkan defekasi serta mengobati gatal, iritasi, dan inflamasi karena hemoroid.
2) Penggunaan sistemik : aminofilin dan teofilin untuk asma, chlorprozamin untuk anti muntah, chloral hydrat untuk sedatif dan hipnotif, aspirin untuk analgenik antipiretik.
o. Guttae (Obat Tetes)
Merupakan sediaan cairan berupa larutan, emulsi, atau suspensi, dimaksudkan untuk obat dalam atau obat luar, digunakan dengan cara meneteskan menggunakan penetes yang menghasilkan tetesan setara dengan tetesan yang dihasilkan penetes beku yang disebutkan Farmakope Indonesia. Sediaan obat tetes dapat berupa antara lain: Guttae (obat dalam), Guttae Oris (tetes mulut), Guttae Auriculares (tetes telinga), Guttae Nasales (tetes hidung), Guttae Ophtalmicae (tetes mata).
p. Injectiones (Injeksi)
Merupakan sediaan steril berupa larutan, emulsi atau suspensi atau serbuk yang harus dilarutkan atau disuspensikan lebih dahulu sebelum digunakan, yang disuntikkan dengan cara merobek jaringan ke dalam kulit atau melalui kulit atau selaput lendir. Tujuannya yaitu kerja obat cepat serta dapat diberikan pada pasien yang tidak dapat menerima pengobatan melalui mulut.
            Seiring dengan berkembangnya teknologi farmasi, penggunaan obat secara per oral dapat dikembangkan menjadi penggunaan obat secara bukal. Penggunaan obat pada bukal, merupakan rute penggunaan obat yang menarik dalam sistem penghantaran obat. Sistem ini relatif permeabel dengan saluran sistemik sehingga dapat mencegah timbunya efek sistemik dan penyampaian obat ke reseptor dapat berlangsung lebih cepat. Penggunaan obat melalui membran mukosa di dalam mulut, dapat dibagi menjadi area non keratin, meliputi di bawah lidah dan antara pipi dan gusi. Sedangkan area keratin meliuti di daerah sekitar gusi, sekitar langit-langit mulut bagian atas dan daerah dekat bibir. Membran mukosa mempunyai luas area 100 cm2 dan mempunyai karakteristik yang berbeda-beda, meliputi ketebalan aliran darah yang tergantung dari lokasi serta aktifitas yang dilakukan.
Obat yang penggunaannya secara bukal biasanya disebut sediaan bukal. Karena berbentuk tablet, maka obat ini lebih sering disebut tablet bukal. Tablet bukal merupakan tablet kompresi yang berukuran kecil, bulat, tapi bentuknya rata dan digunakan pada kantong bukal. Pemberian obat secara bukal adalah memberikan obat dengan cara meletakkan obat di antara gusi dengan membran mukosa di antara pipi.
Penghantaran peptida melalui rute membran mukosa. Ternyata dapat mengurangi terdegradasinya enzim jika dibandingkan dengan penggunaan obat secara nasal, vaginal dan rektal. Rute membran mukosa menjadi kurang baik jika berinteraksi dengan protease, seperti pepsin, tripsin dan chymotripsin. Hal ini disebabkan karena ketiga senyawa tersebut merupakan produk yang dihasilkan oleh lambung dan usus halus, selain itu keberadaan ketiga senyawa tersebut memang dimaksudkan untuk menghidrolisis peptida. Inilah yang menjadi kelebihan utama obat bukal disbanding yang penggunaanya melalui nasal, oral, vaginal maupun rektal.
Bentuk sediaan obat yang berdasar kepada mukoahesif dalam hal ini tablet bukal biasanya disebut patch bukal. Ukuran ketipisan patch bukal antara 0,5-1,0 mm, apabila lebih kecil akan menyulitkan penggunaan. Pelepasan zat aktif pada suatu patch biasanya adalah secara tidak langsung. Hal tersebut dikarenakan patch memiliki 3 lapisan yaitu :
1.      Permukaan dasar mukoadesif yang terdiri dari polimer biodesif polikarbopil
2.      Permukaan membrane yang merypakan tempat terlepasnya obat
3.      Permukaan impermeable, yang langsung bersentuhan dengan mukosa.
Desain patch dengan metode tersebut dapat dilihat pada gambar 1
 

    Baking membrane

 
Rate limiting membrane

 

 Mucoadhesive